Heavy Equipment Academy (HEA) melatih anak-anak muda menjadi tenaga kerja terampil yang siap pakai di bidang pemeliharaan dan pengoperasian alat berat.
Equipment Indonesia, Jakarta – Indonesia menjadi pasar paling empuk untuk produk-produk alat berat di kawasan Asia Tenggara seiring dengan semakin pesatnya pertumbuhan bisnis pertambangan dan industri-industri lainnya yang mengandalkan aplikasi barang-barang modal tersebut. Berbagai brand alat berat dengan tipe dan model yang sangat bervariasi menyerbu pasar nasional. Selain merek-merek yang sudah mengukir nama besar dari produsen-produsen terkemuka asal Jepang, Eropa dan Amerika, mesin-mesin China semakin gencar menebar pesona di negeri ini. Alhasil, populasi alat berat di Tanah Air meningkat drastis.
Namun, sayangnya, lonjakan populasi peralatan berat tidak didukung oleh ketersediaan tenaga-tenaga kerja terampil untuk menangani pemeliharaan dan pengoperasiannya. Banyak distributor (dealer) tidak ditopang oleh tim servis yang memiliki keterampilan yang mumpuni. Tidak sedikit distributor (dealer) hanya fokus pada penjualan dan mengabaikan servis purna jual. Padahal, sejatinya, unit-unit alat berat menuntut servis rutin yang teratur untuk menjaga performanya tetap prima. Kondisi ini tentu saja menyulitkan para pengguna alat-alat berat tersebut.
Problem lainnya adalah rendahnya kwalitas para lulusan SMK dan lembaga-lembaga pendidikan sejenis sehingga tidak terserap oleh dunia industri. “Banyak lulusan SMK belum siap kerja karena mereka tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan industri. Padahal tujuan awal pendirian SMK adalah supaya para siswa langsung bekerja setelah lulus,” kata Ahmad Yani, pendiri Heavy Equipment Academy (HEA) dalam perbincangan dengan Majalah Equipment Indonesia pada Selasa, 25 Maret 2025 di kantornya yang terletak di kota Bekasi, Jawa Barat. Dia mencontohkan para lulusan SMK yang ingin bekerja di industri alat berat. Mereka tidak bisa langsung bekerja karena belum punya pengetahuan mengenai produk-produk alat berat, komponen-komponen serta spareparts. Selain itu, mereka juga belum memiliki skill dalam merawat dan mengoperasikan alat berat.
Berangkat dari keprihatinan itu, Ahmad Yani bersama mantan muridnya di PT. United Tractors Tbk, Yayat Supriatna, berkolaborasi mendirikan Heavy Equipment Academy (HEA). Tujuan utama lembaga ini adalah menyelenggarakan pelatihan (training) mekanik dan operator alat berat. Ini sesuai dengan profesi mereka sebelumnya yang lama bergelut di bidang perawatan alat berat. Ahmad Yani pernah selama 10 tahun menjadi instruktur di PT. United Tractors Tbk, dari tahun 1988 hingga 1998 sebelum hijrah ke berbagai perusahaan seperti PT. Hexindo Adiperkasa Tbk, PT. Cipta Krida Tama dan terakhir di SIS (Sapta Indra Sejati) – salah satu anak perusahaan PT. Adaro Energy.
Ahmad Yani menuturkan, HEA didirikan saat industri pertambangan sedang tumbuh pesat dan kebutuhan tenaga teknisi dan operator alat berat banyak sekali. Saat dibuka pertama kali di daerah Cibubur pada awal 2023, HEA menyediakan dua kelas untuk teknisi. Setelah lulus, mereka langsung bekerja di PT. PP Presisi yang saat itu beroperasi pada perusahaan tambang nikel Weda Bay di Maluku Utara. Permintaan semakin tinggi dan angkatan-angkatan berikutnya terserap di banyak perusahaan tambang. Hingga April 2025, HEA sudah meluluskan 29 angkatan mekanik (sekitar 500-an peserta) dan tiga angkatan operator (90 peserta). Jumlah angkatan tersebut sudah termasuk pelatihan yang dilakukan langsung di lokasi kerja (job site).
HEA tidak hanya menyelenggarakan pelatihan pada training centre di Bekasi, tetapi bisa juga dilakukan di lokasi-lokasi dan kantor-kantor customer. Saat ini sudah dan sedang berjalan pelatihan BMC di site Lahat Sumatera Selatan, Rantau Kalimantan Selatan, Palaran Kalimantan Timur, Manado dan Makassar. Modul pelatihannya pun tidak hanya BMC mekanik tetapi juga pelatihan Planning dan Budgeting (Planner) serta pelatihan modul Logistik (warehouse management).
Seiring dengan permintaan yang semakin meningkat, lembaga ini memerlukan lebih banyak ruang kelas dan ruang praktek. Akhirnya HEA dipindahkan dari Cibubur ke kota Bekasi pada Juni 2024. Di lokasi baru ini HEA memiliki beberapa ruang untuk teori dan praktek sehingga mampu menampung lebih banyak peserta.
Ahmad Yani punya cerita sendiri mengapa lembaga ini disebut sebagai akademi. Dia bilang bahwa HEA memang bukan lembaga pendidikan formal melainkan LPK (Lembaga Pelatihan Kerja). HEA ingin melatih anak-anak muda agar menjadi pekerja-pekerja yang profesional di bidangnya dan memiliki kepribadian yang baik. “Kami ingin memberikan isyarat bahwa HEA bukan sekedar pelatihan mekanik dan operator alat berat tetapi kami ingin lembaga ini mendidik dan melatih tenaga-tenaga muda yang benar-benar terampil dan memiliki kepribadian yang baik,” urainya.
Tenaga kerja siap pakai

HEA mengusung misi yang simpel dan nyata, yaitu ikut mencerdaskan bangsa dengan melatih siswa-siswa lulusan SMK supaya diserap dalam dunia kerja. Faktanya, sejauh ini, para lulusan SMK di Indonesia belum bisa melakukan apa-sapa setelah lulus. “HEA memberikan kesempatan kepada siswa-siswa yang terpilih untuk mengikuti pelatihan agar mereka memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Kami mengetahui kebutuhan-kebutuhan para kontraktor di lapangan. Sebab itu, kami melatih mereka supaya memiliki skill yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Dengan begitu, luluasan HEA sudah siap untuk masuk ke dunia kerja, baik di perusahaan rental, kontraktor tambang, kontraktor kebun, kontraktor jalan tol, distributor alat berat, maupun pekerjaan-pekerjaan overhaul di workshop,” kata Ahmad Yani.
Yayat Supriatna menambahkan, kehadiran HEA tidak hanya membantu pemerintah tetapi juga para orangtua. Merujuk data BPS, saat ini tingkat pengangguran lulusan SMK lebih tinggi (11%) dan lulusan sarjana (5%). Padahal, orangtua mendorong anak-anak mereka masuk SMK agar lebih cepat mendapatkan pekerjaan. Ini terjadi karena para lulusan SMK tidak siap pakai, tetapi hanya siap training.
“HEA membantu anak-anak muda cepat mandiri, sehingga tidak menjadi beban bagi orangtua mereka. Sebab setelah menyelesaikan pelatihan, mereka akan mengikuti OJT (on job training) dan sudah mendapatkan uang saku dari perusahaan di tempat mereka menjalankan OJT,” ujarnya.
Yayat Supriatna melanjutkan, training center seperti HEA membantu para siswa memiliki keterampilan dalam merawat dan mengoperasikan alat berat. Di sini mereka dilatih untuk menjadi tenaga yang siap pakai. “Tugas HEA adalah meyakinkan para principal dan dealer-dealer serta para user alat berat bahwa mereka tidak perlu menyediakan biaya lagi untuk pelatihan mekanik karena hal itu sudah dilakukan oleh HEA. Mereka tinggal memanfaatkan tenaga-tenaga yang sudah terlatih itu untuk kepentingan bisnis mereka.”
Ia menambahkan alasan lain mengapa kebutuhan tenaga mekanik dan operator alat berat semakin banyak di Indonesia dewasa ini. Kebanyakan distributor/dealer cenderung lebih fokus pada penjualan. Mereka tidak siap untuk memberikan support purna jual. Dia mencontohkan beberapa brand alat berat dari Tiongkok yang belum didukung oleh tim servis yang mumpuni. “HEA hadir untuk mengisi celah (gap) ini. Jadi, kami bukan sebagai pesaing dari distributor-distributor resmi, tetapi justru kami membantu menunaikan kewajiban yang mestinya menjadi tanggung jawab mereka. HEA menjadi alternatif bagi para distributor dan kontraktor untuk mendapatkan mekanik yang siap pakai,” jelas Yayat Supriatna meyakinkan.
Kriteria peserta & proses pelatihan

Siapa saja yang boleh mengikuti program HEA dan bagaimana proses pelatihannya? Yayat Supriatna mengatakan, yang dapat menjadi peserta HEA adalah lulusan-lulusan SMK jurusan otomotif, listrik, elektro, teknik kendaraan ringan dan teknik alat berat. Namun, terbuka juga peluang bagi lulusan-lulusan D3 dan S1 mesin yang berminat. Usia para peserta dibatasi maksimal 24 tahun. Kalau lebih dari itu, biasanya para pengguna jasa (perusahaan) menuntut mereka harus sudah punya pengalaman lain. Kriteria lainnya berkaitan dengan tinggi dan berat badan yang harus proporsional.
“Jangan terlalu gendut atau terlampau kurus atau pendek. Profesi mekanik alat berat menuntut orang yang gesit, kuat dan cukup tinggi agar lebih mudah mengakses titik-titik servis,” imbuhnya.
Para peserta juga harus lulus psikotes serta memiliki pergaulan yang baik. “HEA tidak akan menerima siswa yang mengkonsumsi narkoba, bertindik dan bertato. Ini sesuai dengan tuntutan para pelanggan,” Ahmad Yani menambahkan.
Selanjutnya, calon-calon siswa yang sudah memenuhi semua kriteria tersebut wajib mengikuti Bimbingan Mental dan Fisik (Bintalsik) selama sekitar satu minggu. Untuk Bintalsik, HEA bekerja sama dengan Koramil setempat. Mereka akan tinggal di mess tentara selama satu minggu untuk pembinaan mental.
Selain pembinaan mental dan fisik, para siswa juga dituntut untuk memiliki kemampuan berenang. “Rata-rata alat berat beroperasi di medan yang menantang, termasuk di daerah rawa dan sungai. Kalau ditugaskan di daerah-daerah seperti itu, para mekanik maupun operator harus mampu berenang,” kata Ahmad Yani lagi.
Menurut Yayat Supriatna, banyak pelajaran yang mereka petik selama masa pelatihan di mess tentara. “Selain ketahanan mental dan fisik, kedisiplinan, kerja sama serta kekompakan dalam kerja sama tim juga dilatih. Mereka dididik untuk tidak mudah menyerah.”
Setelah lolos Bimtalsik, para siswa akan mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan selama sekitar 2,5 bulan, teori maupun praktek, mengenai komponen-komponen alat berat. Fase terakhir adalah final test untuk mengetahui apakah siswa yang bersangkutan sudah lulus atau belum.
Para siswa yang lulus akan mendapatkan sertifikat pelatihan dari HEA, dan bila mereka memerlukan sertifikat kompetensi, lembaga ini akan memfasilitasinya dengan LSPABI (Lembaga Sertifikat Profesi Alat Berat Indonesia) untuk kompetensi mekanik dan Operator. Selain itu, ada juga LSP IMABI untuk Manufaktur di bawah asosiasi HINABI. Semua LSP ini dibawah naungan BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi).
Para siswa yang dinyatakan lulus final test akan lanjut ke fase magang (on the job training/OJT). Selama masa OJT, semua biaya dan akomodasi ditanggung oleh perusahaan yang mempekerjakan para siswa. Bahkan mereka juga mendapat uang saku yang jumlahnya diserahkan kepada kebijakan masing-masing perusahaan. Proses magang akan berlangsung antara 3 hingga 6 bulan, tergantung pada hasil penilaian pihak pengguna jasa.
OJT merupakan sebuah proses yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak, para siswa dan perusahaan-perusahaan pengguna jasa. Yayat Supriatna mengatakan, bagi para siswa, masa magang merupakan kesempatan yang sangat baik untuk mendapatkan pengalaman. Sementara perusahaan-perusahaan pengguna mempunyai waktu yang lebih baik untuk menilai kompetensi dan perilaku para peserta magang apakah mereka layak diangkat sebagai pegawai atau tidak. “Kalau cocok, mereka bisa dijadikan karyawan. Kalau belum cocok, dikembalikan ke HEA untuk menambah pengalaman kerjanya,” ujarnya.
Merujuk pada pengalaman selama ini, Yayat Supriatna mengungkapkan bahwa sekitar 80 persen dari siswa- siswa yang magang akan lanjut menjadi karyawan, dan sekitar 20 persen saja yang dikembalikan kepada HEA. Tetapi, siswa-siswa yang belum terserap di perusahaan-perusahaan tidak perlu khawatir karena HEA sudah mendirikan sebuah perusahaan yang dinamakan PT. Mitra Service Solusindo (MSS). Perusahaan ini menyediakan jasa contract maintenance ke kontraktor-kontraktor, terutama untuk maintenance rutin dan minor repair.
“Banyak kontraktor memiliki sejumlah besar alat berat, tetapi jumlah mekanik sedikit. Mereka ini yang kemudian menggunakan jasa MSS. Tim kami pasti sudah memiliki keterampilan dan berpengalaman. Dengan menggunakan jasa MSS, mereka tetap fokus pada pekerjaan utama mereka sebagai kontraktor, sementara urusan pemeliharaan alat berat menjadi tanggung jawab tim kami,” kata Ahmad Yani sembari berpromosi.
Instruktur bersertifikasi BNSP

HEA didirikan oleh orang-orang yang sudah berpengalaman dalam merawat dan mengoperasikan alat berat. Sebab itu modul-modul yang diajarkan di LPK ini benar-benar sesuai dengan kebutuhan industri. Termasuk kriteria-kriteria peserta dilakukan secara sangat selektif sesuai dengan tuntutan profesi. Selain itu, mereka juga memiliki jaringan pengguna yang luas di industri ini sehingga lebih mudah dalam menyalurkan para siswa ke berbagai perusahaan.
“Salah satu keunggulan HEA adalah kami sebagai pengelola dan semua tim pengajar sudah memiliki pengalaman lapangan yang mumpuni dalam urusan perawatan dan pengoperasian alat berat. Teman-teman kami pun sudah tersebar di berbagai perusahaan tambang. Mereka itulah yang menyerap banyak lulusan HEA,” kata Yayat Supriatna yang berpengalaman selama sekitar tiga dekade di United Tractos.
Para instruktur HEA terdiri dari orang-orang yang sudah berpengalaman lebih dari 20 tahun di bidang pelatihan alat berat. Sebagian besar dari mereka adalah eks United Tractors dan PAMA. Rata-rata mereka sudah punya jam terbang tinggi dan pengalaman lapangan yang mumpuni. Kombinasi pengalaman di pusat pelatihan dan lapangan membuat HEA sangat dipercayai para pelanggan.
“Ada instruktur yang hanya jago di ruangan kelas atau secara teori tetapi gagal di lapangan. Di HEA, para instruktur adalah perpaduan dari keduanya, yaitu jago dalam hal teori dan sudah sangat berpengalaman dalam praktek di lapangan,” kata Yayat Supriatna.
“Para instruktur di sini mengajar tidak seperti di sekolah-sekolah formal yang mengutamakan penguasaan teori. Kami harus pastikan bahwa setiap siswa menguasai teorinya, mengerti dan memastikan bahwa mereka dapat melakukan perbaikan di lapangan seperti yang diajarkan di ruang kelas.”
Salah satu cara untuk memastikan para siswa dididik dan dilatih secara baik adalah dengan membatasi jumlah peserta. Maksimal jumlah murid per kelas hanya 15 orang. Ini untuk mamastikan anak per anak paham dengan apa yang diajarkan dan dilatih. Para siswa dibantu supaya benar-benar paham apa yang diajarkan dan dilatih, dapat mengerjakan sendiri serta bisa melakukan evaluasi jika terjadi kesalahan.
Ahmad Yani menambahkan, beberapa pengajar HEA sudah mendapatkan sertifikasi BNSP dari Badan Sertifikat Nasional. Itu berarti kemampuan mereka sebagai pengajar dan pembuat assessment sudah diakui oleh BSN.
“Dengan pengalaman yang intens di bidang pemeliharaan dan pengoperasi alat berat, yang didukung oleh tim pengajar yang sangat berpengalaman dan bersertifikat, HEA mampu melatih para siswa menjadi tenaga-tenaga yang terampil dalam memelihara dan mengoperasikan alat berat, serta memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai alat berat apapun yang ada di pasar. Ini sejalan dengan tagline kami: Apapun alat beratnya, training-nya di HEA,” Yayat Supriatna menyimpulkan. EI