Pasar alat berat Indonesia diperkirakan tetap memiliki prospek yang menjanjikan hingga akhir tahun 2025. Di tengah tingginya dinamika perekonomian dan volatilitas pasar keuangan global, bisnis alat berat tidak terlepas dari pengaruh industri tambang, kelapa sawit, infrastruktur dan perumahan, serta pertanian dan kehutanan.
Equipment Indonesia, Jakarta – Sentimen positif di industri pembiayaan digerakkan, antara lain, oleh bisnis peralatan berat dan dan otomotif. Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa penggerak utama pertumbuhan industri multifinance adalah kedua sektor usaha tersebut. Indonesia merupakan salah satu pasar terbesar produk-produk otomotif di kawasan ASEAN. Ini terbukti dari penjualan mobil di Indonesia yang selalu menjadi yang tertinggi dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya karena populasinya sangat besar, meski tingkat penetrasi kendaraan (rasio kepemilikan mobil per 1000 penduduk) masih relatif rendah dibandingkan negara-negara tetangga. Sementara di sektor alat berat, operasi-operasi tambang yang masih tinggi, perluasan dan perawatan perkebunan kelapa sawit dan forestry serta pembangunan infrastruktur yang masih terus berlangsung mengandalkan banyak alat berat.
Harapan pertumbuhan di industri pembiayaan tergambar sepanjang kuartal I-2025. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pembiayaan alat berat oleh perusahaan-perusahaan pembiayaan mengalami peningkatan per Maret 2025. Bahkan, pembiayaan alat berat oleh perusahaan multifinance menunjukkan pertumbuhan yang solid pada awal tahun 2025.
Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, mengatakan, penyaluran pembiayaan alat berat multifinance mencapai Rp46,73 triliun per Maret 2025. “Pencapaian ini meningkat sebesar 8,05%, jika dibandingkan periode sama tahun 2024,” ungkap Agusman dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (RDKBOJK), Jumat (09/5/2025).
Agusman menerangkan, pertumbuhan pembiayaan alat berat per Maret 2025 tercatat mengalami perlambatan, jika dibandingkan posisi per Februari 2025 yang tercatat sebesar 9,2% secara tahunan (year-on-year/YoY). Meski begitu, OJK masih melihat prospek yang cukup cerah untuk pembiayaan alat berat sepanjang tahun ini.
Agusman memproyeksikan, pembiayaan alat berat multifinance masih akan tumbuh positif pada tahun 2025. Meski begitu, ada faktor yang akan memengaruhi kinerja pembiayaan alat berat tahun ini, yaitu harga batubara, kelapa sawit dan nikel yang dapat mendorong kebutuhan pembiayaan alat berat.
“Harga komoditas strategis seperti batubara, kelapa sawit, dan nikel menjadi penentu utama. Kenaikan harga komoditas biasanya memicu ekspansi perusahaan tambang dan perkebunan, sehingga meningkatkan permintaan alat berat, dan pada akhirnya, pembiayaannya,” katanya.
Selain faktor komoditas, dinamika ekonomi global dan domestik juga akan berperan penting dalam menentukan tren pembiayaan alat berat ke depan. Perkembangan ekonomi, baik global maupun domestik akan menjadi faktor penting dalam mendorong atau menahan pertumbuhan pembiayaan sektor ini.
Dengan kata lain, stabilitas ekonomi makro menjadi kunci keberlanjutan tren positif ini. Ke depannya, perlu dipantau dengan cermat bagaimana pergerakan harga komoditas dan kondisi ekonomi global akan memengaruhi kinerja sektor pembiayaan alat berat di Indonesia.
Sementara itu, secara kinerja industri, OJK mencatat piutang pembiayaan perusahaan multifinance sebesar Rp510,97 triliun per Maret 2025. Nilai per Maret 2025 tumbuh 4,60% secara tahunan.
Sedangkan tingkat Non Performing Financing (NPF) Gross perusahaan pembiayaan per Maret 2025 tercatat sebesar 2,71%. Angka itu membaik, jika dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 2,87%.
Menurut catatan Majalah Equipment Indonesia, sejumlah perusahaan multifinance menyatakan optimistis bahwa kinerja pembiayaan alat berat akan tumbuh positif di tahun 2025. Manajemen PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (ADMF) atau disebut Adira Finance, misalnya, terus mendorong optimalisasi pasar non-tambang batubara untuk menjaga kinerja pembiayaan alat berat.
Penurunan harga batubara dikhawatirkan berpotensi membuat perusahaan tambang melakukan penundaan ekspansi, yang bisa berdampak pada penurunan permintaan alat berat. Permintaan atas pembiayaan alat berat dari sektor batubara mungkin saja akan tertekan.
Selain ke pemain tambang, perseroan telah menyalurkan pembiayaan alat berat ke sejumlah sektor lain, seperti ke sektor perhutanan, agribisnis dan konstruksi. Sehingga diharapkan penyaluran pembiayaan alat berat perseroan secara keseluruhan dapat tetap tumbuh positif tahun ini.
Sepanjang tahun 2024, Adira Finance telah menyalurkan pembiayaan alat berat sebesar Rp490 miliar. Angka ini meningkat dua kali lipat jika dibandingkan penyaluran pembiayaan alat berat perseroan di tahun 2023.
Kemudian, manajemen PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN) atau disebut BFI Finance menyampaikan optimismenya terhadap pertumbuhan kinerja pembiayaan alat berat. Meski begitu, BFI Finance tetap berhati-hati dalam menyalurkan pembiayaan alat berat dengan mempertimbangkan risiko dan menjaga kualitas kredit.
Manajemen BFIN optimis pembiayaan alat berat akan tumbuh positif pada tahun 2025. Di tengah dinamika industri, diversifikasi sektor menjadi kunci agar pembiayaan tetap bertumbuh. Untuk itu, BFIN terus memperluas jaringan dan meningkatkan layanan berbasis digital guna mempermudah akses pembiayaan bagi pelanggan.
Pengembangan teknologi juga menjadi fokus utama, termasuk digitalisasi proses dari tahap awal pembiayaan hingga sistem penagihan, sehingga efisiensi operasional semakin meningkat. Sepanjang tahun 2024, BFI Finance mencatat penyaluran pembiayaan baru mencapai senilai Rp20 triliun. Nilai ini meningkatkan 5,1% secara tahunan.
Sementara itu, manajemen PT Clipan Finance Indonesia Tbk (CFIN) memandang pembiayaan di sektor alat berat tahun ini menjadi periode yang menantang. Pandangan dan penilaian ini dipengaruhi antara lain oleh pertumbuhan ekonomi, harga komoditas dan kebijakan perekonomian.
Meski begitu, CFIN melihat permintaan alat berat tidak hanya bergantung pada sektor pertambangan. Sektor lain, seperti perkebunan dan industri tanaman juga memberikan kontribusi positif terhadap penyaluran pembiayaan.
Selain mengandalkan diversifikasi, CFIN juga berupaya mempertahankan kualitas kredit dengan selektif dalam menyalurkan pembiayaan. CFIN tetap memprioritaskan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran pembiayaan melalui peningkatan kompetensi sumber daya manusia.
Untuk mengoptimalkan kinerja pembiayaan alat berat, CFIN telah menyiapkan sejumlah strategi, di antaranya mengutamakan pembiayaan kepada debitur utama, serta memperluas cakupan cabang. Sepanjang tahun 2024, CFIN telah mencatat realisasi penyaluran pembiayaan alat berat sebesar Rp470 miliar.
Seperti perusahaan pembiayaan lainnya, manajemen PT Mandiri Tunas Finance (MTF) menyatakan optimistis terhadap prospek pembiayaan alat berat di tahun 2025. Tren permintaan alat berat di tahun-tahun mendatang diprediksi terus meningkat. Perkiraan ini seiring dengan perkembangan teknologi ramah lingkungan, digitalisasi, dan sejumlah proyek besar di sektor infrastruktur dan pertambangan.
Selain itu, kebijakan pemerintah terkait hilirisasi dan infrastruktur diyakini memiliki pengaruh besar dalam meningkatkan volume pembiayaan alat berat tahun ini. Adanya kebijakan pembangunan infrastruktur, proyek hilirisasi dan pengembangan ekonomi hijau diyakini akan mendorong naik permintaan alat berat di sektor konstruksi, pertambangan dan manufaktur.
Untuk memanfaatkan peluang ini, MTF menerapkan strategi dengan menawarkan solusi pembiayaan yang fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan sektor-sektor yang terlibat dalam hilirisasi, seperti pertambangan, pengolahan, dan infrastruktur. MTF juga akan memberikan pembiayaan dengan suku bunga yang kompetitif dan menjalin kemitraan strategis dengan sektor terkait untuk mengoptimalkan potensi pasar yang ada.

Pada 2024, penyaluran pembiayaan alat berat oleh MTF mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Penyaluran pembiayaan alat berat MTF sepanjang tahun 2024 rata-rata sebesar Rp250 miliar per bulan. Sampai dengan November 2024, MTF telah menyalurkan pembiayaan alat berat senilai lebih dari Rp3 triliun. Faktor yang memengaruhi peningkatan tersebut antara lain sektor batubara, konstruksi, dan pertambangan.
Sementara itu, pembiayaan alat berat oleh PT CSUL Finance (PT Chandra Sakti Utama Leasing) diperkirakan tetap tumbuh di tahun 2025. Perkiraan ini didorong oleh sektor nikel dan batubara yang masih aktif berinvestasi.
Sebagai informasi, CSUL Finance menyediakan pembiayaan alat berat melalui layanan leasing, termasuk pembiayaan untuk alat berat baru dan bekas. CSUL Finance menawarkan berbagai program pembiayaan, termasuk pembiayaan investasi dan modal kerja, serta layanan rental alat berat.
CSUL Finance sendiri memiliki portofolio pembiayaan alat berat yang signifikan, yaitu sebesar 85% dari total portofolio. Pada tahun 2024, portofolio pembiayaan alat berat di CSUL Finance tumbuh 10%.
Adapun manajemen PT Sarana Global Finance atau SG Finance membidik penyaluran pembiayaan sekitar Rp2,5 triliun di tahun 2025. Pembiayaan alat berat diyakini tetap bersinar tahun ini seiring dengan stabilitas perekonomian domestik dan implementasi kebijakan hilirisasi pemerintah.
Di tengah ketidakpastian ekonomi global, pembiayaan alat berat masih memiliki peluang untuk bertumbuh mengingat proyeksi permintaan komoditas seperti batubara masih tetap tinggi, baik dari sisi ekspor maupun domestik.
Untuk merealisasikan target tersebut, SG Finance menyiapkan sejumlah strategi, di antaranya berfokus pada sektor industri pembiayaan alat berat melalui dealer dan industri yang terkait dalam jaringan grup usaha (chain value financing).
Tak hanya pembiayaan alat berat, strategi lainnya yang dilakukan SG Finance adalah meningkatkan pembiayaan dengan kemitraan korporasi untuk pengembangan usahanya. Salah satu layanan yang ditawarkan adalah pembiayaan modal kerja berupa factoring untuk memenuhi kebutuhan likuiditas debitur. #