Equipment APP.
Business Top News

Harga Batu bara Membara, Kinerja Ditekan Curah Hujan Tinggi

Harga batu bara melambung, tetapi kinerja produksi dan penjualan tidak optimal karena curah hujan tinggi pada kuartal I tahun 2021.

Pengangkutan batu bara menggunakan kapal tongkang (Foto: www.pabrikapalindonesia.com)

Pada awal tahun 2021 ini harga batu bara menunjukkan penguatan yang signifikan.  Harga Batubara Acuan (HBA) bulan Mei telah menyentuh USD 89,74 per ton. Kenaikan ini seiring permintaan atas salah satu sumber energi murah ini meningkat. Pertumbuhan ekonomi yang mulai positif di beberapa negara termasuk Cina membuat permintaan batu bara meningkat.

Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menegaskan kenaikan ini dipicu oleh kenaikan permintaan secara khusus dari Cina. “Terkait kenaikan HBA Mei, hal itu sebagai refleksi kondisi batu bara yang mana demand-nya sedang menguat,” kata Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia.

Menurutnya, Cina sebagai yang terdepan dalam menentukan pergerakan harga batu bara. Apalagi hubungan Cina dan Australia sedang kurang harmonis. Dimana Cina melarang impor batu bara dari Australia sehingga harus mencari sumber batu bara lain.

Kondisi pasar batu bara yang demikian berimbas pada kinerja perusahaan tambang batu bara dalam tiga bulan pertama tahun ini. Sebut saja PT Kideco Jaya Agung, anak usaha PT Indika Energy Tbk. Harga jual batubara rata-rata Kideco sebesar 5,1% dari USD 43,0 menjadi USD 45,2 per ton pada kuartal I tahun 2021.

Ini ditopang lagi oleh kenaikan volume penjualan batu bara sebesar 4,9% dari 8,8 juta ton menjadi 9,2 juta ton. Batu bara dari Kideco sebagian besar atau setara 66% dipasok ke pasar ekspor dan 34% dialokasikan untuk pasar domestik.

Kinerja mentereng Kideco telah menghantar induk usahanya mencatat Laba Kotor Perseroan sebesar USD 120,9 juta, dengan marjin Laba Kotor yang meningkat dari 16,4% menjadi 20,8%. Sementara itu Laba Usaha naik sebesar 23,5% dari USD 68,7 juta menjadi USD 84,9 juta, sementara marjin Laba Usaha juga meningkat dari 10,7% menjadi 14,8%.

Baca Juga :  Kembali Jadi Sponsor Utama, Pertamina Luncurkan Produk-produk Anyar Berkualitas di Ajang GIIAS 2016

Sayangnya perusahaan tambang lain menghadapi tantangan curah hujan yang cukup tinggi di awal tahun ini. Hal ini membuat potensi mengeruk untung dari kenaikan harga batu bara tidak optimal dimanfaatkan. Sehingga meski harga batu bara melambung, kinerja perusahaan malah lebih rendah dibanding periode tahun lalu.

Ini yang dialami beberapa perusahaan  tambang batu bara. Dalam laporan keuangan yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Adaro Energy Tbk mengumumkan dalam tiga bulan pertama tahun ini membukukan pendapatan  sebesar USD 691,7 juta. Jika dibanding kuartal I tahun 2020 terjadi penurunan 7,79%. Di kuartal I tahun 2020, perusahaan yang dipimpin Garibaldi Thohir ini meraup pendapatan sebesar Rp.750,46 miliar.

Turunnya pendapatan karena volume penjualan yang anjlok 13% mencapai 12,59 juta ton. Produksi batu bara pada kuartal I 2021 mencapai 12,87 juta ton juta turun 11 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Padahal harga rata-rata batu bara perseroan pada tiga bulan pertama tahun ini naik 9%.

Ini yang membuat PT Adaro Energy Tbk, dalam kuartal I tahun ini, membukukan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk turun 26,92% dari USD 98,17 juta menjadi USD 71,74 juta pada kuartal I 2021.

Demikian juga dengan PTBA yang pada kuartal I tahun ini membukukan laba bersih senilai Rp 500,51 miliar. Capaian ini turun 44,58% dari realisasi laba bersih pada periode yang sama tahun 2020 yang mencapai Rp 903,25 miliar.

Dijelaskan bahwa penurunan laba bersih ini tidak terlepas dari penurunan pendapatan PTBA. Emiten pelat merah ini membukukan pendapatan sebesar Rp 3,99 triliun. Artinya turun 22,02% dari pendapatan pada kuartal pertama 2020 yang mencapai Rp 5,12 triliun.

Baca Juga :  Excavator 90 Ton Volvo Kini Tersedia di Seluruh Dunia

Pada kuartal I tahun ini PTBA memproduksi 4,5 juta ton dengan penjualan sebanyak 5,9 juta ton. Perseroan menargetkan kenaikan volume produksi batu bara di 2021 sebesar 29,5 juta ton.  Perseroan juga menargetkan kenaikan penjualan batu bara dari 26,1 juta ton pada tahun 2020 menjadi 30,7 juta ton pada tahun 2021.

Meski demikian seiring datangnya musim panas, aktivitas produksi perusahaan mulai normal. Ini akan membantu perusahaan untuk meningkatkan produksi. Di sisi lain, diharapkan harga batu bara masih dalam tren menguat. Semuanya tentu tergantung pada Cina.

Menko Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, saat berbicara dalam acara APBI beberapa waktu lalu mengatakan terlalu dini untuk memprediksi kenaikan harga batu bara. Menurutnya, pandemi Covid-19 telah membuat harga batu bara anjlok dan permintaan energi turun sehingga semakin menekan kinerja industri batu bara.

“Masih terlalu dini untuk memprediksi kenaikan harga batu bara karena tingginya pengaruh eksternal, seperti faktor pemulihan ekonomi global,” ujarnya. Ia menilai hilirisasi batu bara menjadi salah satu jalan keluar bagi perusahaan tambang memitigasi risiko harga. EI

Berita Terkait