Ke depan PT. Bumi Resources Tbk (BUMI) akan lebih banyak menggunakan overland conveyor untuk mengangkut batubara ke pelabuhan daripada menggunakan truk-truk besar.

Harga komoditas batubara yang masih lesu sejak akhir 2018 lalu mendorong perusahaan-perusahaan pertambangan mengencangkan ikat pinggang dengan melakukan efisiensi biaya operasional. PT. Bumi Resources Tbk (BUMI:IDX), misalnya melakukan efisiensi dengan mengurangi penggunan truk-truk besar untuk mengangkut batubara dari site atau lokasi pertambangan ke pelabuhan.
Presiden Direktur BUMI, Saptari Hoedaja, mengatakan perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang berlangsung sejak tahun lalu membuat kondisi makro ekonomi lebih diselimuti ketidapastian. Kondisi ini tentu akan berimbas pada permintaan komoditas batubara.
Dalam kondisi makro ekonomi seperti ini, menurutnya, yang dilakukan perusahaan agar tetap survive adalah melakukan kontrol atas biaya operasional (cost control).
Saptari mengungkapkan, cost terbesar industri pertambangan di Indonesia adalah bahan bakar (fuel). BUMI sendiri menghabiskan sekitar 1 miliar liter solar per tahun.
Karena itu, biaya pengadaan bahan bakar ini harus dipangkas. Salah satu cara yang dilakukan adalah mengurangi penggunaan truk besar untuk pengakutan batubara karena mengkonsumsi bahan bakar paling besar. “Ke depan industri tambang batubara yang kami kelola di sini harus menjaga (cost), menggunakan truk besar agak dikurangi,” ujarnya saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di Hotel Luwansa, Jakarta, Selasa (18/6).
Sebagai gantinya, menurut dia, ke depan perusahaan akan lebih banyak menggunakan overland conveyor untuk mengangkut batubara ke pelabuhan. “Jadi untuk men-deliver batubara dari tambang ke pinggir pantai harus menggunakan sebanyak mungkin overland conveyor,” ungkapnya.
BUMI adalah perusahaan batubara yang menaungi dua perusahaan batubara besar di Indonesia, yaitu PT. Kaltim Prima Coal dan PT. Arutimin Indonesia. Kedua perusahaan ini beroperasi di pulau Kalimantan.
Kaltim Prima Coal (KPC) beroperasi di Sangatta dan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur, dengan total luas lahan 84.938 hektar.
Tambang Sangatta terletak dekat dengan fasilitas-fasilitas pelabuhan di Tanjung Bara, yang dihubungkan dengan lokasi tambang melalui 13 kilometer overland conveyor (OLC). Jalur OLC kedua dan peningkatan fasilitas pemuatan tongkang telah dibangun untuk mendukung rencana peningkatan produksi ke depan.
Tambang Bengalon juga berlokasi dekat dengan pantai dan dihubungkan dengan fasilitas pelabuhan melalui jalan sepanjang lebih kurang 25 km.
Pada tahun 2018, total produksi batubara KPC (siap jual) dari tambang Sangatta dan Bengalon mencapai 55,8 juta ton, menurun 3% dari sebesar 57,6 juta ton di tahun 2017.
- Arutmin Indonesia (Arutmin) beroperasi di area konsesi seluas 57.107 hektar di Block 6 Kalimantan, yang mencakup sejumlah area sempit di sebelah tenggara Kalimantan dan ujung utara Pulau Laut. Arutmin mengelola 6 tambang batu bara terbuka (open cut): Senakin, Satui, Mulia/Jumbang, Sarongga, Asamasam, dan Kintap.
Seluruh tambang memiliki lokasi strategis tidak jauh dari fasilitas pelabuhan milik Arutmin– North Pulau Laut Coal Terminal (NPLCT) yang terletak di pesisir utara Pulau Laut.
Pada tahun 2018, total produksi batubara di tambang Arutmin mencapai 25,9 juta ton, menurun 0,4% dari produksi 26,0 juta ton di tahun sebelumnya.
Selain itu, BUMI juga memiliki anak usaha lain bergerak di pertambangan batubara di wilayah Sumatera yaitu PT Pendopo Energi Batubara (PEB). Lokasi tambang PEB adalah di Muara Enim dan PALI, Sumatera Selatan, 140 km barat daya Palembang, yang dapat diakses melalui jalan provinsi, Sungai Musi/Lematang dan dilintasi jalan khusus batu bara milik pihak ke-3 (tiga) sepanjang kurang lebih 116 km yang menghubungkan Lahat dengan pelabuhan batu bara di Sungai Musi.
PEB memiliki konsesi seluas 17.840 hektar dengan izin operasi selama 30 tahun, sejak 5 Mei 2009 sampai 4 Mei 2039. Dengan opsi perpanjangan izin selama 2×10 tahun. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh konsultan pertambangan independen dengan metode JORC, PEB memiliki sumber daya batu bara yang potensial sebesar 2,3 miliar ton dan 1,3 miliar ton cadangan batu bara.
Tahun 2019 ini, BUMI memproyeksikan produksi batubara mencapai 88 juta ton hingga 90 juta ton. Hingga kuartal pertama 2019 lalu, total produksi batubara sudah mencapai 20 juta ton dan kuartal kedua diperkirakan sebanyak 22 juta ton.
Direktur dan corporate secretary BUMI Dileep Srivastava mengatakan tahun 2019 ini perseroan menganggarkan belanja modal sebesar US$ 50 juta hingga US$ 60 juta yang diambil dari kas perusahaan. “Sebagian besar untuk perawatan dan keberlanjutan usaha,” ujarnya.
Tahun lalu, BUMI menghabiskan belanja modal sebesar US$ 60 juta dengan alokasi lebih banyak untuk keperluan operasional rutin terutama di KPC.


