Equipment APP.
back to top
Wednesday, November 12, 2025
spot_img
More
    HomeFeatureRegistrasi Alat Berat Konstruksi, Untuk Apa?

    Registrasi Alat Berat Konstruksi, Untuk Apa?

    Untuk apa Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat  melakukan registrasi alat berat konstruksi?

    Ki-Ka: Ketua Umum LPJKN Tri Widjayanto, Plt Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PU-PR Hediyanto W. Husaini, dan Ketua APPAKSI Syahrial Ong saat penandatangan MoU Registrasi Peralatan Konstruksi.
    Ki-Ka: Ketua Umum LPJKN Tri Widjayanto, Plt Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PU-PR Hediyanto W. Husaini, dan Ketua APPAKSI Syahrial Ong saat penandatangan MoU Registrasi Peralatan Konstruksi.

    Pembangunan infrastruktur bakal menjadi primadona investasi dalam lima tahun ke depan seiring dengan dimulainya pengerjaan proyek-proyek konstruksi skala besar dalam waktu dekat. Pemerintah menjadikan pembangunan infrastruktur sebagai salah satu prioritas utama dalam pembangunan nasional, karena menjadi penggerak utama pertumbuhan sektor-sektor lainnya. Keseriusan pemerintah itu tercermin pada peningkatan anggaran belanja infrastruktur.

    Plt Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-PR), Hediyanto W. Husaini, mengemukakan bahwa alokasi dana pembangunan infrastruktur yang disalurkan melalui Kementerian PU-PR pada tahun 2015 ini sebesar Rp 116,837 triliun. Sementara kebutuhan investasi infrastruktur dalam RPJMN 2015-2019 sebesar Rp 5.452 triliun.

    Pasar konstruksi Indonesia memang cenderung meningkat akhir-akhir ini sejalan dengan percepatan dan perluasan pembangunan infrastruktur serta pertumbuhan ekonomi nasional. “Pada tahun 2015, diperkirakan nilai pasar konstruksi nasional mencapai Rp 1000 triliun,” kata Hediyanto saat menandatangani Nota Kesepakatan Bersama Registrasi Alat Berat Konstruksi, Jumat (13/2) di Gedung Kementerian PU-PR, Jakarta. Tidak heran pasar konstruksi Indonesia menduduki peringkat tertinggi di lingkup ASEAN.

    Terobosan pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla itu tentu saja menjadi khabar baik bagi para kontraktor dan pebisnis alat berat konstruksi. Bagaimana tidak, pengerjaan proyek-proyek itu membuka lahan kerja baru yang nilainya menggiurkan dan menyerap banyak alat berat pula. Sebab, makin besar ukuran proyek dan makin lama jangka waktu pengerjaannya, maka kebutuhan peralatan pun akan makin banyak.

    Namun, di balik antusiasme itu, ada serentetan pertanyaan yang cukup menantang terkait dengan kesiapan para kontraktor dan perusahaan-perusahaan pemilik dan/atau pengelola peralatan berat konstruksi dalam mengerjakan pembangunan infrastruktur. Berapa sebenarnya kebutuhan peralatan untuk melaksanakan program pembangunan infrastruktur tersebut?  Berapa jumlah peralatan yang tersedia saat ini? Bagaimana kondisinya? Apa saja spek-speknya? Bagaimana pula teknologinya? Di mana saja sebarannya?

    Baca Juga :  UT Kuasai Mayoritas Saham ACSET

    Persoalan-persoalan itu, menurut Hediyanto, hingga kini belum  terjawab karena tidak tersedia database alat berat konstruksi di Indonesia. Padahal, “Kualitas dan produktivitas pekerjaan konstruksi sangat bergantung pada dukungan alat berat yang digunakan,” ujarnya seraya menambahkan bahwa penggunaan alat berat saat ini tidak hanya sebagai alat bantu, tetapi juga untuk memudahkan pekerjaan, meningkatkan efisiensi, efektifitas dan percepatan waktu pelaksanaan konstruksi.

    Menurut Ketua APPAKSI, Syahrial Ong, fakta yang memprihatinkan saat ini adalah tidak ada data yang akurat mengenai ketersediaan alat baik pada pihak pemerintah maupun asosiasi-asosiasi terkait. Bahkan, antara pemerintah dan asosiasi terdapat catatan yang berbeda dalam identifikasi jumlah dan sebaran alat berat. Kesimpangsiuran data ini bisa mengancam kelancaran pembangunan infrastruktur karena gambaran persediaan alat berat yang ada di Indonesia dan kebutuhan pasti untuk membeli baru antara pemerintah dan asosiasi belum padu.

    Hediyanto mengakui, isu yang menjadi perhatian pemerintah saat ini adalah belum adanya informasi yang akurat antara kebutuhan (demand) dan ketersediaan (supply) alat berat.

    “Informasi jumlah pasokan alat berat yang tersedia (existing, produksi, penjualan, impor) masih berdasarkan data estimasi. Formulasi kebutuhan alat berat saat ini masih belum bisa dirumuskan dengan baik. Kita belum memiliki data akurat jumlah alat berat, umur, kondisi dan keberadaan alat berat,” tukasnya.

    Syahrial Ong membenarkan hal itu. Ia bilang, selama ini terjadi perbedaan data base terkait penghitungan jumlah alat berat di Indonesia. Asosiasi dan pemerintah sama-sama tidak mengetahui kondisi yang sebenarnya dan hanya mengandalkan estimasi saja.

    “Kita tidak tahu persis berapa sebenarnya kekurangan alat konstruksi untuk melaksanakan program pembangunan infrastruktur. Padahal ketersediaan alat yang berkualitas merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk menentukan kualitas proyek,” ungkapnya di sela-sela acara penandatanganan MoU tersebut.

    Baca Juga :  Mengenal Winch Berkapasitas Besar Palazzani

    Berangkat dari persoalan itu, Kementerian PU-PR, melalui Dirjen Bina Konstruksi, dengan menggandeng asososi-asosiasi terkait – APPAKSI, HINABI dan PAABI – memprakarsai pendataan terpadu seluruh alat berat konstruksi yang ada di Indonesia agar mendapat database yang pasti, terutama yang berkaitan dengan tipe, model, merek, jumlah, kondisi dan sebarannya. Kegiatan registrasi ini dilakukan secara online dan ditargetkan selesai pada akhir tahun 2015 ini.

    “Ketersediaan informasi yang komprehensif, dapat dipercaya dan real-time, yang terkait dengan data-data alat berat sangat diperlukan melalui suatu pendataan registrasi alat berat yang meliputi data jenis/fungsi, umur, lokasi, kondisi, status, penerbit faktur, spesifikasi khusus dari alat berat, dan lain sebagainya dalam rangka tertib administrasi, analisis supply – demand, pengelolaan (pengendalian), keberlangsungan usaha (bisnis) alat berat, serta untuk proses mobilisasi alat berat pada saat terjadi bencana alam,” papar Hediyanto.

    Tujuan registrasi ini, Hediyanto melanjutkan, adalah untuk mengetahui formulasi kebutuhan alat berat dan data akurat jumlah alat berat, umur, lokasi, status, penerbit faktur, keberadaan alat berat, dan kondisi alat berat lainnya secara detail. Dengan adanya pendataan tersebut, setiap orang dapat memantau sebaran alat berat di Indonesia, sehingga dapat mempermudah mobilitas peralatan, terutama saat akan melakukan pekerjaan konstruksi.

    Hediyanto menegaskan, nantinya semua alat berat yang ada di Indonesia harus didaftarkan atau tidak boleh liar. “Karena alat berat terdiri atas banyak komponen, kami akan beri nomor registrasi untuk jenis, merek, nomor mesin, lokasi, dan sebagainya,” tukasnya.

    Syahrial Ong mengingatkan, hal yang paling sulit dari pendataan tersebut adalah untuk mengetahui keberadaan riil alat berat karena tersebar di berbagai wilayah. Meski demikian, perusahaan-perusahaan anggota APPAKSI siap melakukan registrasi terhadap aset-aset yang mereka miliki. “Kami perlu menjalin kerja sama dengan pemerintah. Karena banyak perusahaan memiliki berbagai jenis alat berat sehingga kontraktor tidak perlu mencari keluar (impor) terlebih dulu,” kata Syahrial Ong.

    Baca Juga :  Mitsubishi All New Triton Jelajahi Berbagai Kota

     

    Bebas pungutan dan tidak birokratis

     

    Hediyanto menegaskan bahwa kebijakan registrasi alat berat konstruksi ini adalah urusan pemerintah dan tidak akan membebani para pengusaha atau asosiasi-asosiasi terkait dalam prosesnya. Selama proses pendataan tidak ada pemungutan biaya apapun. Ia juga memastikan kegiatan registrasi ini tidak akan menambah birokrasi yang menghambat kinerja di lapangan.

    “Registrasi ini hanya untuk pendaftaran saja, bukan untuk disertifikasi, bukan pila untuk dinilai atau dites. Jadi, prosesnya tidak akan ribet dan menambah birokrasi. Namun, nanti kalau kedapatan tidak teregistrasi tentu alat-alat seperti itu akan dilarang beroperasi melakukan pekerjaan konstruksi. Intinya, barang ini bukan liar dan ada pemiliknya. Karena dikhawatirkan nanti penerima kerja menggunakan alat-alat yang tidak sesuai,” ia menjelaskan alasannya.

    Untuk melancarkan proses pendataan, Kementerian PU-PR menyiapkan dana melalui APBN sekitar Rp 10 miliar untuk mendanai semua kegiatan yang terkait dengan registrasi peralatan, dan penggunaannya melalui proses tender.

    Ketua Umum LPJKN, Tri Widjayanto, menyatakan, program registrasi alat berat tersebut sesuai dengan harapan LPJKN. Ia sangat mengapresiasi upaya pemetaan alat berat di Indonesia. Menurutnya, pembuatan database itu membantu mengetahui secara pasti kebutuhan dan ketersediaan alat berat dalam rangka menunjang program pembangunan infrastruktur pada masa mendatang.

    Registrasi peralatan akan dilakukan secara berkala, yaitu setiap lima tahun. Database peralatan ini akan disajikan secara online, sehingga memudahkan para kontraktor untuk mengakses informasi-informasi peralatan yang diperlukan untuk mengerjakan proyek-proyek mereka.  “Ketersediaan informasi yang komprehensif dan real time terkait dengan data-data alat berat sangat diperlukan melalui registrasi ini,” pungkas Hediyanto.

    RELATED ARTICLES

    Most Popular

    Recent Comments