Aplikasi teknologi scanner berbasis lasser, Sick, tidak hanya mencegah terjadinya insiden, tetapi yang lebih utama adalah produktivitas yang semakin meningkat dan pemakaian bahan bakar yang lebih efisien.

Kecelakaan kerja yang melibatkan peralatan berat dan Heavy Duty Truck (HDT) sudah sering terjadi, baik dalam operasi pertambangan maupun pekerjaan lainnya. Postur yang bongsor dan bobot yang berat menuntut perlunya perlakuan khusus dalam mengoperasikan alat-alat ini. Jalur lintasannya harus benar-benar terukur dan terkontrol kondisinya demi mencegah terjadinya insiden. Mengingat mesin-mesin tersebut merupakan barang-barang modal yang mahal harganya, maka mencegah terjadinya kecelakaan lebih murah ongkosnya daripada memperbaiki dan/atau mengganti alat yang rusak.
Tantangannya adalah bagaimana cara efektif mengontrol operasi peralatan berat di site? Opsi yang ramai ditawarkan dewasa ini adalah pemakaian teknologi GPS untuk melacak dan memonitor operasi armada. Perangkat ini dipasang pada setiap unit yang beroperasi dan mereka terhubung satu sama lain. Pemasangan perangkat tersebut memungkin pergerakan setiap unit terkontrol, sehingga dapat mencegah tabrakan (kecelakaan).
Namun, pemakaian perangkat GPS bukan tanpa kelemahan. “Teknologi GPS hanya bisa terhubung dengan unit-unit lain yang dipasang teknologi serupa. GPS tidak dapat melacak jika ada ancaman yang datang dari unit-unit lain yang tidak dilengkapi dengan GPS,” kata Imam Safi’i, Sales Manager PT Master Cipta Sentosa, pemasok lasser scanner sensor merk SICK, kepada Majalah Equipment beberapa waktu lalu. “Kondisi ini sangat berbahaya di area pertambangan dengan begitu banyak unit yang beroperasi,” ia mengingatkan.
Jalan keluar teranyar yang ia tawarkan adalah penggunaan teknologi scanner sensor berbasis lasser. Sekilas manfaatnya tidak berbeda jauh dari teknologi GPS, namun cara kerjanya tidak sama. Ia bilang, teknologi scanner sensor SICK bekerja secara independen, tetapi memiliki kemampuan untuk melacak semua ancaman bahaya yang berada di sekelilingnya, sekalipun obyek-obyek lain di sekitarnya tidak menggunakan perangkat ini.

“Teknologi ini akan memberikan alert bahaya begitu peralatan Anda memasuki zona tidak aman, sehingga operator langsung mengambil tindakan untuk mengantisipasi terjadinya insiden,” Imam menjelaskan.
Teknologi lasser SICK juga memiliki kemampuan mengetahui habit dari setiap operator. “Bilamana seorang operator mendekati zona merah (daerah berbahaya)? Kapan biasanya operator mulai merasa letih dan ngantuk? Perangkat ini akan memberikan alert berupa alarm sehingga operator selalu terjaga,” paparnya.
Ia mengungkapkan, kondisi lelah atau ngantuk tidak muncul seketika, tetapi ada prosesnya. Paling tidak, 10 menit atau 30 menit sebelum kejadian pasti ada indikasi-indikasi tertentu. Nah, alat ini bisa memberikan sinyal ke pusat kontrol dengan mengeluarkan alarm jika membaca indikasi-indikasi itu.
“Teknologi lasser ini membantu menecegah terjadinya insiden, sehingga unit-unit Anda selalu terlindungi, serta membantu meningkatkan produktivitas peralatan dan juga operator,” kata Imam mengenai manfaat terpenting dari perangkat canggih ini. “Jika produktivitas alat meningkat, maka efisiensi bahan bakar pun dengan sendirinya membaik.”
Merujuk pada hasil uji coba pada beberapa peralatan tambang, Imam mengklaim produktivitas unit bisa meningkat hingga sekitar 20 persen. Perusahaan ini juga sudah melakukan survey pada beberapa operator alat yang sudah dilengkapi dengan perangkat lasser scanner sensor ini. Mereka mengaku pemasangan teknologi ini sangat membantu kelancaran kerja, terutama pada saat proses dumping.
“Yang kerap terjadi, pada saat dumping, operator baru menghentikan kendaraannya ketika ban belakang menabrak sesuatu. Dengan menggunakan teknologi sensor ini, mereka sudah bisa menghentikan kendaraannya ketika ban sudah menyentuh garis kuning,” paparnya sembari menebar senyum.
Perangkat ini dilengkapi dengan monitor independen yang terpasang di kabin operator. Layar itu akan menayangkan radius aman dari benda yang berada di belakang maupun di depan unit sehingga operator bisa mengambil langkah-langkah pengamanan.
Pengaturan jarak pada alat sensor ini hanya dapat dilakukan oleh orang-orang khusus dan operator tidak bisa mengotak-atik stelannya. Selain itu, perangkat ini tidak mengeluarkan banyak suara sehingga operator bisa fokus pada pekerjaannya. Perangkat ini hanya memberikan alarm ketika unit berada dalam kondisi bahaya. Aplikasi teknologi ini memaksa operator untuk selalu berada di jalur aman selama beroperasi. Kalau unit menyentuh jalur kuning, maka perangkat ini akan secara otomatis mengeluarkan alarm.
Perangkat scanner sensor SICK ini juga mampu mendeteksi tembok-tembok pembatas yang ada di samping kiri kanannya. Teknologi lain tidak punya kemampuan itu, kecuali kalau terpasang sensor di sisi-sisi tersebut. Namun, berdasarkan standar pemakaian teknologi sensor, perangkat ini hanya boleh terpasang di bagian depan dan belakang.
Berapa banyak sensor yang ideal untuk satu unit alat? Menurut Imam, bergantung pada tipe alat. Untuk HDT, misalnya, diperlukan dua sensor, satu pada bagian depan dan satunya di bagian belakang. Yang bagian belakang membantu pada waktu dumping, mundur. Sementara yang bagian depan untuk memonitor kondisi di depannya hingga jarak tertentu.
Perangkat SICK ini dirancang khusus untuk aplikasi luar ruang. Sebab itu, kata Imam, pelanggan tidak perlu meragukan daya tahannya di lapangan. “Pengguna tidak perlu kuatir perangkat-perangkat ini tidak akan tahan terik matahari atau cuaca buruk. Mereka sangat bandel,” ujarnya berpromosi.
Sementara untuk mengantisipasi kerusakan karena guncangan, perangkat ini sudah dilengkapi dengan peredam sehingga tetap aman jika mengalami getaran. Bagusnya lagi, jika ada scanner yang bermasalah atau gagal beroperasi, misalnya terkena cipratan lumpur, maka perangkat ini akan memberikan alarm untuk menginformasikan bahwa ada komponen yang rusak.

