
Tren positif terus diperlihatkan batu bara sebagai salah satu sumber energi. Ini terlihat dari Harga Batubara Acuan (HBA) yang dirilis pemerintah, cq Kementerian ESDM. Untuk bulan Juni, HBA menyentuh angka USD100,33 per ton. Ini berarti naik USD10,59 per ton dibandingkan bulan Mei 2021. Bulan lalu Harga Batubara Acuan (HBA) ada di angka USD89,74 per ton. Capaian harga bulan ini menjadi yang tertinggi sejak November 2018. kala itu HBA bertengger di USD97,90 per ton.
Dalam penjelasannya, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM, Agung Pribadi, menjelaskan tren kenaikan harga batu bara dalam dua bulan terakhir terutama didorong oleh peningkatan permintaan dari Tiongkok. Ada dua faktor penting yakni periode musim hujan di negara tersebut. Di sisi lain, semakin tingginya harga domestik batu bara Cina.
“Kenaikan permintaan (Tiongkok) untuk keperluan pembangkit listrik yang melampaui kapasitas pasokan batubara domestik,” terang Agung.
Selain itu, musim hujan ekstrim juga ikut memperketat kapasitas pasokan batu bara Tiongkok. “Faktor ini yang memicu harga batu bara global ikut terimbas naik,” tandas Agung.
Sebagai catatan, nilai HBA sejak 2021 cukup fluktuatif. Dibuka pada level USD 5,84 per ton pada Januari lalu, HBA mengalami kenaikan pada Februari USD 87,79 per ton, sempat turun pada Maret USD 84,47 per ton. Sementara dalam dua bulan terakhir, HBA mengalami kenaikan, yaitu USD86,68 per ton pada April dan di bulan Mei sebesar USD 89,74 per ton.
Perhitungan nilai HBA diperoleh dari rata-rata empat indeks harga batubara dunia, yaitu Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt’s 5900 pada bulan sebelumnya.
Sejauh ini, perubahan HBA disebabkan oleh faktor pasokan dan permintaan. Dari sisi pasokan biasanya dipengaruhi oleh cuaca, teknis tambang, kebijakan negara-negara supplier, hingga teknis di supply chain seperti kereta, tongkang, maupun loading terminal.
Sementara untuk permintaan biasanya dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turun berkorelasi dengan kondisi industri, kebijakan impor, dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti LNG, nuklir, dan hidro.
Nilai HBA pada Juni ini akan dipergunakan pada penentuan harga batu bara pada titik serah penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut (FOB Vessel) selama sebulan.
Sementara itu, APBI memproyeksikan ekspor batu bara nasional akan menembus 160 juta ke Cina. Target ini masih dibahas dalam conference call dengan pihak China Coal Transportation and Distribution Association (CCTDA). “Namun tentu hasilnya sangat tergantung pada kesepakatan business-to-business (B2B) dan juga kuota impor Tiongkok,” terang Hendra.
Tahun lalu Indonesia mengekspor 140 juta ton. Sementara sebelumnya Indonesia telah menandatangani Nota Kesepakatan untuk 200 juta ton dengan China Coal Transportation and Distribution Association (CCTDA).
Dari sisi produksi, output pada kuartal pertama tahun ini kemungkinan akan lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu. Curah hujan yang cukup tinggi dia sebut menjadi penyebab turunnya produksi pada kuartal I tahun ini. Pada kuartal I diproyeksikan lebih rendah, namun sampai akhir tahun 2021 diproyeksikan produksinya bisa mencapai lebih dari yang ditargetkan pemerintah sebesar 550 juta ton. #


