
Rutan Group semakin memperkuat posisinya sebagai penyedia solusi mesin-mesin pertanian dan perkebunan yang komplit, mulai dari traktor-traktor dengan beragam kapasitas (dan juga merk), peralatan panen hingga bermacam-macam kelengkapan kerja (implement) untuk berbagai aplikasi. Dengan semua kapasitas tersebut, perusahaan yang bermarkas di daerah Jawa Timur ini menyediakan apapun kebutuhan peralatan para pelanggannya di bidang pertanian dan perkebunan, seperti diungkapkan Clifford Budiman, Deputi Direktur Marketing Rutan Group, dalam perbincangan dengan Majalah Equipment Indonesia di Jakarta beberapa waktu lalu.
Pria yang disapa Clif ini melanjutkan, Rutan Group sebagai pelopor teknologi pertanian dan perkebunan di Tanah Air tak henti-hentinya berinovasi untuk mendisain dan membuat alat-alat yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Semua upaya itu dimaksudkan untuk mendukung kemajuan usaha para petani di Indonesia, termasuk program mekanisasi pertanian yang terus didorong oleh pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla.
Walaupun antusias dengan program mekanisasi tersebut, namun Clif masih mengkritisi solusi yang ditawarkan pemerintah itu karena terlalu mengeneralisir. Pemerintah, menurut dia, menyamakan mesin-mesin pertanian dan perkebunan, padahal keduanya merupakan segmen yang berbeda. “Kategori mesin-mesin pertanian ditentukan berdasarkan komoditasnya. Sebab, jenis pekerjaan, kontur tanah, jenis tanah, topografi, geografi dan curah hujan di berbagai belahan Indonesia sangat bervariasi. Sebab itu, kebutuhan mekanisasi pertanian tidak bisa digeneralisir,” ungkapnya.
Tanaman pangan seperti padi, jagung dan kedelai, yang dikelola oleh petani atau kelompok tani, biasanya diolah dengan menggunakan traktor-traktor ringan, ukuran 50-60 HP ke bawah. Namun, dalam kenyataannya, para petani kerap memaksa traktor-traktor ini bekerja lintas sektoral dan menangani beragam pekerjaan. Menurut Clif, jenis-jenis pekerjaan mestinya dipilah-pilah, dan diperlukan suatu solusi sistem mekanisasi pertanian yang terintegrasi. “Seharusnya dipersiapkan bagaimana melakukan pekerjaan-pekerjaan land clearing, land preparation, planting, maintainance hingga harvesting,” ujarnya.
Akar dari persoalan tersebut, lanjut Clif, adalah ketidakmengertian para petani dan juga pemerintah mengenai solusi mekanisasi pertanian yang terintegrasi. “Pemerintah perlu melakukan banyak riset, mengumpulkan banyak data, melakukan sosialisasi besar-besaran untuk mencapai swasembada pangan sesuai itikad pemerintahan Joko Widodo mengenai kedaulatan pangan, terutama padi, jagung, kedelai dan gula,” ucapnya.
Dia mengambil contoh sederhana mengenai pola penanaman jagung di Indonesia yang hingga kini masih belum seragam. Tanah yang sesuai untuk tanaman jagung adalah yang flat (rata) dan tidak basah. Tapi apa yang dilakukan petani jagung di sini? Mereka mengabaikan jarak tanam yang ideal, antara 60-75 cm antar baris, sehingga menyulitkan proses pemanenannya. “Para petani di Indonesia belum pahami hal itu, dan saya juga lumayan yakin kalau pemerintah sendiri masih belum 100 persen paham akan hal itu,” ujarnya prihatin.


