
Wabah virus corona baru (Covid-19) membuat pendapatan negara tersendat. Secara total memang masih naik 7,7% sepanjang tiga bulan pertama tahun 2020 ini, masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada tiga bulan pertama tahun 2019 lalu yang hanya 4,6%. Tetapi, masalahnya, pendapatan dari pajak yang menjadi tulang punggung pendapatan negara terseok-seok turun 2,5%.
Data Kementerian Keuangan menunjukkan hingga 31 Maret lalu, total pendapatan negara sebesar Rp 376,9 triliun, naik 7,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 349 triliun. Rinciannya, pendapatan pajak yang dikumpulkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebesar Rp 241,6 triliun, turun 2,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 247,7 triliun.
Selanjutnya pendapatan dari bea dan cukai yang dikumpulkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tercatat sebesar Rp 38,3 triliun, naik 23,6% dibandingkan tahun lalu yang sebesar Rp 31 triliun. Pendapatan negara juga masih tertolong oleh Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang naik 36,8% menjadi Rp 96 triliun dari sebelumnya Rp 70,2 triliun.
Tetapi Menteri Keuagan Sri Mulyani mengatakan kenaikan PNBP ini bukan berasal dari kegiatan ekonomi tahun 2020 ini. Tetapi karena pembayaran dividen sejumlah BUMN tahun buku 2019 lalu yang kebanyakan dibayar pada Maret. Sejumlah BUMN pada tahun ini memang menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) lebih awal sehingga dividen pun cepat didistribusikan.
“Ini tercatat yang menggambarkan pendapatan negara melonjak,” ujar Sri Mulyani saat telekonferensi bersama pers di Jakarta, Jumat (17/4).
Memang bila ditelisik lebih dalam soal PNBP ini, PNBP dari sektor sumber daya alam hanya tumbuh 0,38% menjadi Rp 35,03 triliun. Rinciannya, sektor migas tumbuh 7,42% menjadi Rp 28,64 triliun. Sedangkan sektor non migas seperti pertambangan mineranal dan batubara, kehutanan, perikanan, dan panas bumi turun 22,41% menjadi Rp 6,38 triliun. Khusus PNBP sektor minerba turun 24,13% menjadi Rp 5,34 triliun.
Sementara PNBP dari dividen BUMN tercatat sebesar Rp 23,97 triliun, naik 907,31% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 2,6 triliun.
Di saat pendapatan negara sedang seret, sisi belanja tetap melonjak. Sepanjang Januari-Maret total belanja negara sebesar Rp 452,4 triliun, naik 0,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 452,1 triliun. Rinciannya, belanja pemerintah pusat sebesar Rp 277,9 triliun (+6,6% yoy), transfer ke daerah sebesar Rp 167,3 triliun (-7,7% yoy) dan dana desa sebesar Rp 7,2 triliun (-28,6% yoy).
Belanja negara yang tumbuh melambat menjadi alarm. Sebab saat pandemi Covid-19 ini, government spending adalah penopang pertumbuhan ekonomi di saat konsumsi sektor swasta, investasi dan ekspor impor melambat karena imbas virus corona.
Bank Dunia dalam laporan ekonomi regional Asia Timur dan Pasifik edisi April 2020 menyatakan bahwa pertumbuhan eknomi Indonesia yang diproyeksikan melambat menjadi 2,1% pada tahun ini, hanya bisa ditopang oleh belanja pemerintah yang diperkirakan masih tumbuh 5% pada tahun ini dari sebelumnya pada tahun lalu sebesar 3,2%.
Sementara konsumsi masyarakat hanya tumbuh 1,5% dari sebelumnya pada 2019 sebesar 5,2%. Pertumbuhan investasi juga diproyeksikan akan turun secara signifikan dimana diproyeksi akan tumbuh 0% dari sebelumnya pada 2019 tumbuh 4,4%. Sedangkan, ekspor-impor barang dan jasa diperkirakan akan kembali mengalami kontraksi. Ekspor diperkirakan turun 2% dari sebelumnya pada 2019 turun sebesar 0,9%. Sedangkan impor turun 7% dari sebelumnya pada 2019 turun 7,7%.

