Penjualan alat berat selama semester pertama 2020 mengalami penurunan signifikan karena lesunya aktivitas di semua sektor pengguna alat berat.

Bisnis alat berat sangat terpukul hampir sepanjang tahun 2020 ini. Harga komoditas yang turun ditambah pandemi Covid-19 membuat bisnis alat berat kian berat. Kinerja keuangan emiten alat berat di Bursa Efek Indonesia (BEI) setidaknya bisa menjadi potret kondisi industri secara keseluruhan.
PT United Tractors Tbk, misalnya. Sampai dengan Juni 2020, volume penjualan alat berat Komatsu tercatat sebanyak 853 unit atau turun 56% jika dibandingkan dengan periode Juni 2019 sebanyak 1.917 unit. “Turunnya harga komoditas dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) telah berdampak pada penurunan aktivitas di semua sektor pengguna alat berat yang berdampak pada berkurangnya permintaan alat berat,” kata Sekretaris Perusahaan United Tractos dalam keterangan resminya.
Dari total penjualan alat berat emiten dengan kode saham UNTR ini, sebanyak 36% diserap sektor pertambangan, 30% diserap sektor konstruksi, 22% diserap sektor kehutanan, dan sisanya sebesar 12% ke sektor perkebunan.
Pendapatan perseroan dari penjualan suku cadang dan jasa pemeliharaan alat berat juga mengalami penurunan sebesar 25% menjadi Rp3,3 triliun. Penjualan produk merek lainnya yaitu UD Trucks mengalami penurunan dari 302 unit menjadi 94 unit serta penjualan produk Scania turun dari 291 unit menjadi 100 unit. “Secara keseluruhan pendapatan bidang mesin konstruksi turun sebesar 40% menjadi Rp7,3 triliun dibandingkan Rp12,1 triliun pada tahun 2019,” ujar Sara.

Unit usaha mesin konstruksi merupakan salah satu dari lima unit bisnis UNTR. Hanya unit usaha pertambangan emas (gold mining) yang masih membukukan pertumbuhan pendapatan selama enam bulan pertama tahun ini karena harga emas yang naik. Sedangkan unit usaha kontraktor penambangan, unit usaha pertambangan batu bara dan unit usaha industri konstruksi mengalami penurunan.
Secara keseluruhan, sampai dengan semester pertama tahun 2020, pendapatan bersih konsolidasian UNTR mencapai Rp33,2 triliun atau turun sebesar 23% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019. Masing-masing unit bisnis yaitu: mesin konstruksi, kontraktor penambangan, pertambangan batu bara, pertambangan emas dan industri konstruksi secara berturut-turut memberikan kontribusi sebesar 22%, 46%, 18%, 12% dan 2% terhadap total pendapatan bersih konsolidasian.
Seiring dengan penurunan pendapatan, laba bersih UNTR juga mengalami penurunan yang tajam yaitu 28,27% dari Rp5,66 triliun pada semester pertama 2019 menjadi Rp4,06 triliun pada semester pertama 2020 ini.
Namun, UNTR tak sendirian. PT Hexindo Adiperkasa Tbk (HEXA), PT Intraco Penta Tbk (INTA) dan PT Superkrane Mitra Utama Tbk (SKRN) juga bernasib sama. Pendapatan Hexindo hingga 30 Juni 2020 anjlok hingga lebih dari separuh yaitu sebesar 52,61% dari US$84,89 juta pada semester pertama 2019 menjadi US$40,23 juta pada semester pertama 2020 ini.
Pendapatan dari penjualan alat berat ke pihak ketiga hanya sebesar US$11,52 juta, turun tajam 74,04% dari sebelumnya pada semester pertama 2019 lalu sebesar US$44,38 juta. Penjualan suku cadang serta jasa pemeliharaan dan perbaikan kepada pihak ketiga juga turun.
Penjualan suku cadang ke pihak ketiga sebesar US$15,34 juta, turun 27,82% dari US$21,25 juta pada semester pertama 2019 lalu. Sedangkan pendapatan dari jasa pemeliharaan dan perbaikan ke pihak ketiga sebesar US$12,99 juta, turun 30,24% dibanding US$18,62 juta pada semester pertama 2019 lalu.
Seiring dengan penurunan pendapatan tersebut, laba tahun berjalan Hexindo juga turun, meski tak sedalam penurunan pendapatan. Jumlah laba tahun berjalan pada semester pertama 2020 sebesar US$7,85 juta, turun 13,51% dibanding US$9,07 juta pada semester pertama tahun lalu.
Penurunan pendapatan yang dalam juga dialami oleh Intraco Penta. Selain karena kondisi industri yang lesu, Intraco juga mengalami pukulan dari hilangnya dealership dengan Volvo CE sejak awal tahun ini. Ada dua brand Volvo CE yang selama ini diageni oleh Intraco Penta melalui anak usahanya PT Intraco Penta Prima Services (IPPS), yaitu Volvo dan SDLG. Dua brand tersebut selama ini menjadi kontributor terbesar pendapatan Intraco Penta.
Pada semester pertama 2020, pendapatan Intraco Penta sebesar Rp404,83 miliar, turun 63,14% dibanding Rp1,1 triliun pada semester pertama 2019 lalu. Dari pendapatan tersebut, penjualan alat berat tercatat sebesar Rp140,97 miliar, turun 76,81% dibanding Rp607,94 miliar pada semester pertama 2019 lalu. Penjualan dari segmen suku cadang juga turun sebesar 43,48% menjadi Rp122,46 miliar dari Rp216,66 miliar pada semester pertama 2019.
Bisnis jasa Intraco Penta juga ikut lesu. Pendapatan dari jasa perbaikan sebesar Rp85,64 miliar, turun 37,94% dari Rp138,01 miliar pada semester pertama 2019. Sedangkan pendapatan dari jasa penyewaan tercatat sebesar Rp45,68 miliar, turun 38,45% dibanding Rp74,22 miliar pada semester pertama 2019 lalu.
Akibat penurunan pendapatan ini, Intraco Penta pun mengalami rugi bersih sebesar Rp96,82 miliar atau kian bertambah dibanding rugi bersih pada periode yang sama tahun lalu yaitu sebesar Rp52,52 miliar.

Perusahaan penyewaan crane, PT Superkrane Mitra Utama Tbk, juga mengalami tekanan pada tahun 2020 ini. Penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) membuat sejumlah proyek tertunda sehingga permintaan penyewaan alat pun berkurang. Kondisi ini menyebabkan pendapatan Superkrane Mitra Utama yang khusus menyewakan alat angkat, terutama crane, ikut terpukul.
Pendapatan perusahaan ini pada semester pertama tahun 2020 sebesar Rp251,62 miliar, turun 31,15% dibanding Rp365,47 miliar pada semester pertama 2019 lalu. Superkrane juga mengalami rugi tahun berjalan sebesar Rp11,38 miliar. Pada periode semester pertama 2019 lalu masih membukukan laba tahun berjalan sebesar Rp9,69 miliar.
Pemulihan kondisi pasar alat berat nasional akan sangat bergantung pada seberapa cepat pandemi Covid-19 dikendalikan. Hingga saat ini wabah tersebut masih sulit dikendalikan. Hal itu tercermin pada jumlah penderita yang terus mengalami peningkatan signifikan, yang diperparah oleh rendahnya kesadaran masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan seperti yang sudah ditetapkan pemerintah. Itu sebabnya pemulihan kondisi ekonomi Indonesia diperkirakan sulit bisa terwujud pada paruh kedua tahun ini selama Covid-19 masih menjalar dengan liar. EI