
Penjualan alat berat masih berada dalam tekanan akibat lambannya realisasi proyek-proyek infrastruktur Pemerintah dan gejolak nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar Amerika Serikat yang memicu lonjakan harga. Dalam kondisi yang belum stabil itu, penjualan alat berat tahun ini sulit diproyeksi.
Hal itu disampaikan Gidion Hasan, Presiden Direktur PT United Tractors Tbk (UT), pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) di Hotel JW Marriot, Jakarta, Selasa (21/04/2015).
“Industri alat berat masih menanti proyek infrastruktur pemerintah yang rencananya banyak bergulir tahun ini. Namun, hingga kuartal pertama pada Maret 2015, industri alat berat belum merasakan kenaikan signifikan penjualan alat berat dari proyek infrastruktur pemerintah. Malah penjualan alat berat menurun 6,7%. Sekarang baru 763 unit terjual (36%) dibanding pada kuartal pertama tahun 2014 sebanyak 1.204 unit terjual (42%),” ungkap Gidion.
Selain karena proyek infrastruktur yang masih sepi dan belum terealisasi secara baik, ia melanjutkan, penjualan alat berat juga mendapat tekanan akibat melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat serta belum kondusifnya komunitas-komunitas mitra bisnis. “Saat nilai kurs belum stabil sementara harga alat berat semakin naik, para pembeli alat berat banyak yang menunggu,” ujarnya.
Ia mengatakan, sepanjang tahun 2014, emiten berkode UNTR ini mengalami penurunan penjualan 4% (Rp 51, 4 triliun). Sementara laba bersih meningkat 11% dari periode sebelumnya sebesar Rp 4, 83 triliun menjadi Rp 5,3 triliun. Penurunan penjualan, termasuk sektor industri alat berat yang pada tahun 2014 anjlok hingga 16,42%.
“Jika situasinya belum berubah kondusif dan stabil, komposisi penjualan alat berat tahun 2015 bisa saja sama dengan tahun 2014. Tahun lalu, United Tractors menjual 3513 unit alat berat dari 3.700 unit yang ditargetkan. Sekitar 1.229 unit alat berat (35%) yang dijual pada tahun 2014 adalah alat berat untuk tambang, 983 unit (28%) alat berat konstruksi, 878 unit (23%) alat berat perkebunan dan 491 unit (14%) alat berat kehutanan. Tahun lalu porsi penjualan alat berat konstruksi naik dari 23% menjadi 28%, sementara alat berat tambang turun dari 43% menjadi 35%,” paparnya. .
Ia menilai, kebijakan pemerintah menggenjot infrastruktur juga tidak banyak berkontribusi terhadap industri pembiayaan alat berat. “Meski para pengusaha mampu merelokasi alat berat dari pertambangan ke infrastruktur, namun pertumbuhan pembiayaan alat berat begitu stagnan dan berjalan di tempat. Jika pembiayaan 10% di bawah budget setiap bulan, maka situasi ini tergolong suram. Ini tantangan sekaligus kendala untuk segera dievaluasi dan dibenahi ke depannya,” ujarnya.
Dalam RUPST tersebut, UNTR membagikan dividen kepada para pemegang saham sebesar Rp740/lembar atau total Rp2,76 triliun atau sekitar 51,40% dari perolehan laba bersih tahun buku 2014. Selain itu, diumumkan pengangkatan anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi Perseroan untuk masa jabatan 2015-2017. Anggota-anggota Direksi Perseroan yang baru diangkat adalah Gidion Hasan (Presiden Direktur), Edhie Sarwono (Direktur Independen) serta para Direktur (Iman Nurwahyu, Loudy Irwanto Ellias, Iwan Hadiantoro dan Idot Supriadi).